Bambangtrim.com | Biasnya memang tak mampu kita menghindari luka batin. Namun, luka belum tentu menjadi derita. Semua bergantung pada sudut pandang dan tata benak kita. Luka batin juga mengandung skala sampai pada titik mana ia dapat disembuhkan atau malah berbuah depresi.
Banyak luka batin di dalam hidup karena sejatinya Allah memberi kita peluang untuk berpikir tentang siapa diri kita dan untuk apa kita hidup di dunia ini. Kita diberi derajat seorang pemimpin sehingga dalam mengambil keputusan untuk hidup, baik untuk kita maupun orang lain, kita pun selayaknya menggunakan akal budi.
Sejatinya luka akan terobati dengan doa-doa dan menyandarkan hidup hanya kepada-Nya. Di sisi lain secara sinergis adalah adanya ikhtiar untuk bangkit atau dalam bahasa populer saat ini disebut move-on. Ikhtiar memerlukan energi dan salah satunya dapat diperoleh melalui membaca dan menulis.
Anggap saja hidup seperti perjalanan kereta api pada relnya yang mengantarkan kita ke stasiun tujuan. Ada duka atau luka pada perpisahan dan ada suka pada pertemuan. Perjalanan adalah untuk berpisah dan bertemu.
Bacalah pada setiap awal perjalanan, pada masa perjalanan, hingga pada akhir perjalanan. Bacalah sang waktu, bacalah tingkah polah manusia, bacalah pemandangan dari balik jendela kaca ….
Lalu, tuliskan semua semua yang kita alami, baik luka maupun suka, selama dalam perjalanan. Tuliskan dalam bentuk apa pun sehingga kata-kata dikeluarkan dan akan berangsur-angsur berfungsi menyembuhkan. Boleh juga tulisan itu berupah hikmah-hikmah dari pelajaran yang kita petik pada suatu peristiwa.
Maka yang terluka, membaca dan menulislah ….[]
Alhamdulillah, saya sudah buktikan, sudah move on dari hati yang galau gara2 pisah dengan anak bungsu yang pergi melanjutkan studinya. Merasa sudah tidak ada lagi anak bersama seperti dulu ketika anak-anak masih kecil dan belum mandiri, serasa ada “kekosongan” hati. Sedih, galau, dan berbagai rasa tidak nyaman lainnya. Pengalaman itu saya tulis jadi buku. Maka, lahirlah buku tsrbaru saya yang berjudul HATI YANG SELESAI: Catatan Dari Melbourne. Dampaknya, dengan menuliskan pengalaman tsb, mampu melepaskan rasa yang mengganggu menjadi pembebasan.
Rancak Uni Rita … 🙂