Bambangtrim.com | Jumat/7 April 2017, saya menayangkan sebuah haiku yang saya beri tagar #haikuterakhir pada linimasa FB saya. Itu adalah pertanda pembaruan status saya terakhir sebelum akhirnya saya memutuskan deactiviated dari FB. Saya masih memilih temporary yang artinya pada suatu saat saya akan kembali ke wajah FB saya.
Ada apa? Tidak ada apa-apa. Kejenuhan juga melanda, tetapi satu hal bahwa saya ingin mencoba menjauh sejenak dari medsos. Bersamaan dengan FB, saya juga merontokkan aplikasi Instagram di ponsel, yang tersisa tinggal Twitter–itu pun jarang saya buka, apalagi untuk berkicau.
FB memang lebih berkesan karena interaksi yang panjang dengan tulisan. Setiap hari kadang waktu saya juga tercuri hanya untuk melihat linimasa orang-orang yang berteman dengan saya. Beberapanya cukup mengusik untuk dikomentari dan beberapanya lagi hanya sebatas menyenangkan.
FB memang telah berjasa pula mempertemukan saya dengan banyak orang, bahkan teman-teman lama yang tidak pernah saya ingat lagi. Ada banyak kisah di FB untuk bahan introspeksi diri.
Promosi produk dan jasa, membangga-banggakan diri atau keluarga, berdebat, berkenalan, bahkan bermusuhan, itulah tabiat-tabiat yang dapat terjadi pada saya di FB. Karena itu, beberapa kali terbetik dalam diri apakah saya dapat hidup tanpa FB? Sepertinya dapat. Saya coba dulu.
Beberapa hari, minggu, bahkan mungkin beberapa bulan ke depan saya ingin berfokus menulis dan menyiapkan sesuatu untuk diri saya dan keluarga saya. Karena itu, saya pun berpamitan tanpa pamitan dari FB. Ada teman yang mengontak dan merasa ia diblokir oleh saya. Saya jelaskan saya deactivated sehingga akun saya tidak lagi ada di FB, yang ditemukan hanya jejak pertemanan.
Bagaimana dengan tulisan-tulisan saya dan banyak status penting yang telah saya torehkan? Saya tidak terlalu merisaukan itu jika memang nantinya hilang dan saya harus memulai dari awal kembali. Toh tidak ada yang abadi di dalam hidup ini, kecuali pertemanan kita yang sejati. Alhamdulillah, Allah masih memberi satu nikmat yang senantiasa saya syukuri yaitu nikmat akal budi.
Sejenak berdiam sementara waktu, itu yang saya pilih. Bersendiri lagi menjejaki makna untuk mengubah diri. Entah esok saya muncul lagi atau bulan depan …. Hanya Allah yang Mahatahu. Kita manusia hanya dapat menggurat rencana dan renjana.[]