Mati Kreatif Cara (Buku) Indonesia

Bulan November jelang mengakhiri tahun 2012 enaknya memang membincangkan kreativitas, apalagi bagi saya yang bergelut dalam dunia buku dan bukan kebetulan jika tema Indonesia Book Fair 2012 ini mengusung tajuk: The Power of Creativity. Meski dunia bisnis buku umum pada 2012 masih diterpa kesulitan untuk growth, tetap saja unsur kreativitas bertumbuh dalam menyajikan buku-buku. Kadang-kadang kreativitas membuat kita menggeleng-gelengkan kepala; baik karena tidak percaya maupun (maaf) karena merasa ide kreatifnya terlalu “gila”.

Sudah bukan rahasia kalau selera humor orang Indonesia itu tinggi sekali dan selera ini kadang kebablasan menjadi keisengan luar biasa. Kalau keisengan itu dianggap sebagai kreativitas, boleh saja meskipun kadang membuat gusar, bahkan bisa menimbulkan bahaya. Tengok saja kasus kreativitas membuat hoax di media sosial ataupun jejaring ponsel cerdas semacam blackberry messenger (BBM). Kreativitas itu diciptakan dengan tulisan dan entah mengapa bisa terpikirkan, termasuk rentetan tulisan-tulisan humor pendek.

Sewaktu terjadi musibah yang menimpa istri Saiful Jamil, tiba-tiba muncul BBM yang seolah-olah dibuat berdasarkan analisis seorang ahli atau pembalap off road. Logikanya, apa hubungan jalan tol yang mulus dengan off road yang notabene di jalan supertidakmulus? Maka muncullah panduan untuk menyetir di Km 97 dengan sudut kemiringan sekian dan kecepatan sekian. Entah berapa kali saya melewati kilometer itu, tidak pernah terpikir dengan rumus dari sang ahli off road itu. Inilah kreativitas hoax yang membuat kita bisa mati ketawa saking kreatifnya.

Ada saja lagu orang Indonesia untuk berkreatif ria dan kali ini dalam dunia buku. Sebagai contoh soal best seller yang coba diekspos. Karena di negeri ini memang tidak ada indikator yang valid tentang buku yang disebut best seller, muncullah kreativitas mengakali. Ada buku yang baru cetak pertama sudah disebut best seller—untuk tidak disebut kepedean, beberapanya dimodifikasi dengan tulisan kecil: Insya Allah (Best Seller) atau ada juga bernada humor Masak Sih Gak (Best Seller) atau Mudah-mudahan (Best Seller).

Contoh lain adalah maraknya judul-judul yang naif dalam nalar, tetapi juga menarik bagi pembaca seperti judul yang menggunakan angka (baik waktu maupun jumlah). Buku yang membuat para santri mengernyitkan dahi, seperti Satu Bulan Hafal Al-Quran, 5 Jam Jago Tajwid, 5 Jam Lancar Membaca dan Menulis Al-Quran, dan 30 Hari Hafal Kitab Kuning. Tentu terpikirkan apakah memang kontennya betul-betul menyajikan metode luar biasa atau memang agar terkesan bombastis sehingga mungkin ada embel-embel: Anda bisa jago tajwid itu kalau melakukan pembelajaran dan pelatihan 5 jam sehari (maksudnya). Hipnosis kata-kata seperti ini sama dengan yang pernah dipopulerkan Tung Desem Waringin: Bagaimana Anda bisa menjual dalam tiga detik atau kurang. Ukuran kecepatan waktu memang menarik bagi masyarakat yang memandang sesuatu secara instan, dalam praktiknya ketika mereka membaca buku dan mencobanya tidaklah selalu berbanding lurus, apalagi ketika buku tersebut ternyata ditulis dan disajikan dengan cara yang membingungkan.

Ukuran jumlah juga kadang menjadi magnet bagi pembaca buku. Misalnya, ada buku berjudul 101 Ide Gila Usaha Rumahan dengan Modal 1 Juta. Jika kita cermati, pertama kita harus menghitung benarkah ada 101 ide usaha di dalam buku itu? Kedua, benarkah semua usaha modalnya hanya Rp1 juta? Terkadang yang menggunakan modal Rp1 juta itu hanya beberapa usaha, selainnya ya bervariasi. Judul menipu? Tidaklah, mereka lebih suka dibilang kreatif karena ada penjelasan di dalamnya. Inilah mati kreatif cara Indonesia.

Kreativitas yang mungkin melegakan sekaligus menyenangkan bagi kita tentu kreativitas desain perwajahan isi (interior) dan perwajahan kover yang makin hari makin menarik dan bervariasi—kecuali mereka yang masih hidup dalam pikiran zaman dulu sehingga desainnya tidak beranjak seperti dua puluh tahun lalu. Desain-desain kover yang keren bermunculan dan wajar pula Goodreads Indonesia mengganjar penghargaan kover pilihan pembaca untuk kover yang dianggap paling menarik.

Tahun ini seorang praktisi periklanan, CEO Petak Umpet, M. Arief Budiman, meluncurkan bukunya berjudul Spiritual Creativepreneur lewat bendera Metagraf (Tiga Serangkai). Ide yang diluncurkan sebenarnya luar biasa kreatif dengan mengadopsi model produk iPod keluar berwarna warni. Baru kali ini tampaknya ada buku (satu judul) yang keluar dengan lebih dari satu varian kover sekali terbit. M. Arief Budiman, kreator buku sekaligus penggagas desainnya  memandang ini bukan sekadar buku, dan ini adalah sebuah produk sehingga pembaca berhak memilih warna favoritnya. Namun, karena mungkin ide kreatif ini sama sekali baru serta tidak lazim, tampaknya tidak terlalu baik dalam eksekusi. Mestinya pemajangan buku juga dibuat berwarna-warni, tetapi di sebuah toko buku saya melihat hanya satu warna yang muncul. Jika saja semua warna muncul, saya yakin akan terjadi pengikatan mata calon pembaca dan memang menganggap buku ini penting dimiliki. Selain itu, tentu sebagai sebuah produk tidak sekadar buku, ada hal lain yang hendak ditawarkan penulis dan inilah yang tidak mencuat ke permukaan. Promosi dalam hal ini kreativitas memang sangat memegang peranan untuk melejitkannya.

Konsep kreativitas ini memang akan mengundang tanda tanya bagi para pegiat buku konvensional atau tradisional. Misalnya akan muncul pertanyaan: Mengapa gambarnya hanya kaki orang yang sedang berlari sementara bukunya bicara soal spritualitas? Mengapa sepatunya New Balance? (Itu sepatu yang selalu dipakai salah seorang menteri yang juga kreatif memancing berita, siapa lagi kalau bukan Dahlan Iskan. Soal sepatu ini pula yang menjadi judul novel berbasis biografi DI yaitu Sepatu Dahlan karya Krishna Pabhicara.) Di balik kreativitas selalu ada konsep kuat yang mendukung bagaimana eksekusi dapat dijalankan.

Sekarang soal menjual bukunya? Adakah hal-hal kreatif yang terekspos. Tampaknya model penjualan buku masih sebagian besar bertumpu pada toko buku sebagai cara konvensional. Cara-cara kreatif memasarkan buku belum muncul benar yang terkadang dikaitkan dengan biaya. Mungkin kalau Anda punya dana besar dan pemilik media seperti Pak CT, Anda bisa ekspos buku setiap hari di televisi dan penjualan pun akan melonjak seperti halnya Chairul Tanjung: Si Anak Singkong. Namun, berapa biaya untuk iklan buku itu? Bagian Finance akan segera tanpa pikir panjang mencoret ide gila Anda beriklan buku di televisi setiap hari.

Efektivitas dan kreativitas menjual buku justru sekarang tampak dilakukan oleh para penulis sendiri, apalagi jika ia seorang pembicara publik dan aktif di media sosial. Sekali gebrak dalam sekali event, seorang penulis yang juga pembicara dapat menjual 20-50 eksemplar buku dalam satu hari, bahkan lebih. Model penjualan langsung seperti ini perlu mendapatkan dukungan dari penerbit, terutama mengalokasikan buku untuk dijual langsung oleh penulis dan bersama-sama merencanakan event based on book dalam setahun. Boleh jadi, sebuah penerbit tidak perlu berambisi mengambil fokus ke banyak judul setiap tahun. Cukup 6-10 judul jika diseriusi bisa menghasilkan pendapatan yang lumayan dengan perencanaan matang dalam promosi maupun penjualannya.

Mati kreatif cara (buku) Indonesia. Terus saya harus bilang WOW gitu, sambil koprol? Segaris senyum tetaplah muncul meskipun terjadi karut marut di dunia buku Indonesia. Senyum itu muncul bagi mereka yang bisa melihat blue ocean di tengah red ocean bisnis perbukuan Indonesia karena satu kata bernama kreativitas. Kreativitas yang muncul memang harus bermakna, bukan sekadar epigon, bermaksud mengelabuhi, ataupun sekadar berita bohong. Tidak apa-apa kita mati dengan cara kreatif ala Indonesia karena setelahnya hidup lagi lebih kreatif mengalahkan dunia. Begitulah…. []

©2012 oleh Bambang Trim

Praktisi Perbukuan Indonesia

Ketua Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi PP Ikapi

5 thoughts on “Mati Kreatif Cara (Buku) Indonesia”

  1. sangat tertarik dengan konsep Arief Budiman. Jadi, dengan mengubah paradigma, dia mendapat ide-ide baru. Paradigma lama = buku adalah buku. Paradigma baru= buku adalah produk. Dor, muncullah banyak ide.
    🙂

  2. Abu Usamah as-Sulaimani

    Variasi sampul buku, benar-benar ide gila!
    Bukan apa-apa, khawatir saja dengan para pencinta buku yang senang memajang (baca: bertipe “collector”), bisa-bisa dibeli semua warnanya demi keindahan lemari literasi pribadinya 😀

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *