Apa hubungan gas dan kemeja kotak-kotak? Kalau dalam pengalaman pribadi saya, tentu ada hubungannya. Sebagai writepreneur saya tidak melepaskan diri dari mencermati dunia simbol atau dunia tanda (semiotika). Pengalaman seminggu lalu membuat pikiran kreatif saya pun bekerja.
Pertama, undangan presentasi dari PT Badak NGL. Ini menjadi perjalanan pertama saya ke bumi Kalimantan. Beruntung saya menjadi tamu di sebuah kota kecil bernama Bontang dan di sanalah terdapat salah satu kekayaan gas negeri ini, tepatnya di Muara Badak yang kemudian menjadi sumur gas paling produktif di dunia dengan operatornya PT Badak NGL.
Di sini saya melihat tanda tentang betapa kayanya negeri ini. Tanda tentang profesionalitas yang dibangun oleh anak-anak bangsa sendiri. Namun, kita memang miskin dokumentasi tertulis, seperti halnya juga terjadi pada sejarah daerah-daerah di Indonesia dan sejarah-sejarah perusahana living company yang ada. Saya membaca tanda-tanda peluang dibutuhkannya begitu banyak penulis karier yang mampu mendedikasikan diri menghimpun kemampuannya menuliskan sejarah begitu banyak peristiwa dan momentum berharga di bumi Pertiwi ini.
Scripta manent verba volant demikian pepatah Latin mengatakan. Pepatah ini bermakna yang tertulis akan abadi yang diucapkan lenyap bersama angin. Sang intelektual Muslim pun pernah berkata, Imam Ali ra, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Ilmu itu ada pada manusia (tokoh), ada pada fenomena (peristiwa), dan ada pada momentum. Semuanya bisa dan akan lenyap bersama angin jika tiada yang berkehendak menuliskannya.
PT Badak NGL adalah sebuah nama yang mungkin kalah populer dibandingkan PT Arun di Aceh karena ladang gasnya ditemukan setelah Arun. Namun, PT Badak NGL menyimpan kisah sukses luar biasa dalam pengelolaan potensi gas negara. Banyak kisah heroik yang membawa nama perusahaan ini pada prestasi di kancah internasional. Bahkan, Badak NGL sudah menjadi semacam ‘sekolah’ bagi para teknisi gas dunia.
Sepanjang perjalanan Jakarta-Balikpapan-Bontang dan sebaliknya, saya pun menikmatinya dengan membaca koran. Demo antikenaikan BBM dan isu tentang pemilihan gubernur DKI menjadi topik yang menarik minat hati. Sosok yang lekat sejak satu setengah tahun ini bagi saya adalah sosok Jokowi, sang walikota Solo yang juga mencalonkan diri menjadi gubernur DKI. Pasalnya, selama satu setengah tahun itu saya bermukim di Solo dan menikmati kenyamanan Solo sebagai kota yang dipoles Jokowi. Saya pun sempat bertemu beliau ketika meminta beliau hadir dalam peluncuran buku biografi tokoh perbukuan di Solo.
Saya pun membaca tanda pada Jokowi. Tokoh ini layak dibukukan. Karena itu, jauh-jauh hari saya meminta kru Penerbit Tiga Serangkai untuk mencari akses dan mulai kerja membukukan Jokowi. Namun, saya keburu meninggalkan TS dan akhirnya tadi pagi saya melihat sebuah sampul buku Jokowi yang sudah diterbitkan sebagai tanda buku itu sudah memang dipersiapkan. Dan sekarang kalau tidak salah sudah dua buku meluncur.
Jokowi pun pintar memainkan tanda dan simbol dengan kemeja kotak-kotaknya. Dari awal penampilan, mata saya sudah kontras dengan kemeja yang dikenakan Jokowi dan pasangannya, Ahok. Kini, kemeja itu pun menjadi komoditas yang membuat Jokowi mudah dikenali dengan tandanya–sekaligus simbolnya yang banyak memperjuangkan kepentingan rakyat kebanyakan, termasuk bergaul dengan anak-anak muda penyuka musik metal.
Semua editor ataupun penulis pasti membaca tanda-tanda. Perkaranya apakah tanda-tanda itu dapat cepat dieksekusi menjadi ide atau malah dibiarkan saja menguap bersama angin. Sebuah tanda dapat secara bersamaan dibaca sehingga muncul juga buku-buku yang saling menganibal satu sama lain tanpa ada diferensiasi. Kadang saya juga tidak ingin terjebak pada tanda-tanda.
Karena itu, saya membiasakan diri banyak membaca, banyak berjalan, dan banyak bersilaturahim untuk mencerap sebanyak mungkin tanda dan simbol. Saya harus mencari benang merah, harus mencari titik temu ide-ide, dan harus mempertimbangkan bahan yang cukup untuk mengolahnya menjadi tulisan yang bergizi.
Dunia penulisan dan writerpreneurship itu memang menarik hati. Tidak mudah memang istiqamah menjalaninya karena antara pekerjaan dan mengasah kemampuan harus berjalan simultan. Tantangan menulis itu bukan hanya menulis buku itu sendiri, melainkan bagaimana berbagai teknik dapat dikembangkan dengan taktis dan tuntas.
Proses membaca tanda dan simbol adalah proses prewriting. Proses mematangkan tanda dan simbol menjadi ide besar (big picture) adalah proses drafting. Proses memperhalusnya adalah proses revising dan editing. Pada ujungnya adalah publishing.
:: catatan kreativitas Bambang Trim
* Berkehendak menguasai proses prewriting-drafting-revising-editing-publishing? Ikuti “BOOK WRITING REVOLUTION TRAINING” Batch #4, 18-19 April 2012, di Hotel Bumi Sawunggaling, Bandung. Informasi kontak ke HP 081320200363 (Irma) atau 022-7310663 (TrimKom). Kesempatan langka mendapatkan pembimbingan menulis buku nonfiksi secara taktis dan praktis.
Ada yang kecewa pasti itu ya mas ^_^, gak nurut suhu kekekekek
waah.. pinter juga ya menyasar pasar.