BambangTrim.com | Aku berkata sebagai penulis yang tidak dibesarkan pada zamanmu, ya zaman teknologi internet dan media sosial yang merajalela. Aku penulis yang dibesarkan pada zaman peralihan ketika masih berjayanya majalah remaja dan begitu ketatnya persaingan untuk tampil di media massa.
Aku penulis yang berlatih setiap hari dengan mesin tik. Kala beruntung punya uang, aku bisa mampir di rental komputer dekat kos-kosan, lalu mengetik dengan program Word Star 7.0 yang kala itu sudah dianggap termaju.

Aku menghabiskan banyak waktu untuk membaca buku dan mengunjungi perpustakaan demi referensi yang mendukung tulisanku. Tidak seperti zamanmu kini, engkau tinggal mengetikkan kata kunci pada aplikasi mesin pencari sehingga terhidanglah ke mukamu berbagai sumber referensi hanya dengan satu klik!
Zamanmu kini juga sungguh leluasa luar biasa. Engkau dapat memiliki blog sendiri dan menuliskan apa pun yang ada di benakmu. Engkau dapat menggunakan fasilitas yang ada di Facebook untuk mengeluarkan apa pun isi kepalamu dengan kata-kata, ajaib orang lain segera dapat membaca dalam hitungan detik.
Zamanku dulu hanya mading alias majalah dinding yang dapat membantu tulisanku terbaca oleh beberapa orang. Kadang aku harus bertaruh mengirimkan naskah ke media massa. Perlu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan untuk dapat seperti engkau sekarang ini. Itu pun kalau dimuat. Kalau tidak, aku hanya dapat nelangsa dan sabar untuk memulai lagi dari awal.
Bahkan, engkau kini dapat menikmati fasilitas blog dengan nama keren citizen journalism sehingga engkau pun bertindak bak wartawan sebenar-benar; melaporkan kejadian sekelilingmu dan menuliskan sesuai dengan caramu. Tulisanmu tidak akan diedit dan tidak akan disortir, langsung dimuat dalam hitungan detik. Engkau tidak melalui masa berpayah-payah menunggu dan tulisanmu syukur-syukur dibaca ratusan, bahkan ribuan orang hanya dalam hitungan hari. Betapa mudahnya engkau menulis kini dan betapa hebatnya teknologi memanjakanmu.
Ketika aku ikut dalam gebyar zamanmu, usiaku sudah berkepala empat dan beruntung aku dibesarkan juga dengan teknologi karena bersinggungan pekerjaan dengan penerbitan. Kalau tidak, habislah aku ditelan masa dan digilas teknologi internet dan media sosial yang menggila ini.
Ya, aku masih mampu “menari-narikan” tulisan di banyak media sosial sehingga aku sampai lupa untuk menulis di media sejatinya yaitu media massa cetak. Tak banyak kini tulisanku di media-media massa itu, tetapi kreativitasku mengalir di blog-blog dan media sosial. Sesuatu yang dapat menghubungkan aku dengan engkau hanya sekejap.
Namun, meskipun semakin mudah, menulis pada zamanmu kini seperti meraba-raba. Informasi yang meluber membuatmu kesulitan untuk mencari kesahihan. Cara menulismu pun kadang tak tertata dengan baik atau kadang menyinggung rasa tersebab tidak ada lagi yang dapat menghentikanmu untuk menulis, kecuali dirimu sendiri.
Engkau terjebak pada “kemudahan demi kemudahan” dan merasa sudah menjadi sebenar-benar menulis. Sepertinya memang ada mata rantai yang hilang antara zamanmu dan zamanku serta zaman-zaman sebelummu. Entah siapa yang engkau jadikan anutan dalam menulis; mungkin hanya nalurimu belaka atau kau meniru-niru mereka yang memang tidak terlahir sebagai penulis.
Menulis pada zamanmu kini menjadi begitu instan tanpa perjuangan dan perdarahan. Hingga sampailah engkau dapat menerbitkan bukumu sendiri. Lagi-lagi teknologi bernama print on demand memanjakanmu untuk tidak mengeluarkan ongkos begitu besar demi bukumu terbit.
Zaman kini pun engkau semakin mudah mendapatkan puluhan layanan penerbitan mandiri (self publishing). Banyak di antara mereka menawarimu untuk menjadi penulis buku dan melambungkan namamu. Mereka menawari editing karyamu sehingga menjadi lebih baik, bahkan ada juga yang menawarimu secara naif bahwa naskahmu tidak perlu diedit–lucunya engkau tidak pernah menelusuri latar belakang mereka yang ternyata kebanyakan penulis dan editor amatiran.
Itulah zaman yang samar hanya karena seseorang dapat tampil seperti pahlawan tanpa harus merasa kesiangan. Semua karena make up internet yang online 24 jam dalam dunia yang benar-benar semu dan maya.
Menulis pada zamanmu kini memang mudah sekali, seperti yang kurasakan sendiri. Namun, menulis pada zamanmu makin dipenuhi ranjau-ranjau luberan informasi yang mengharuskanmu lebih awas agar tak terjerembab dalam usiamu yang masih sangat belia. Apalagi, jika engkau seperti berjalan sendiri tanpa peta dan denah menuju arah tak tentu. Karena itu, carilah makna pada zamanmu kini; makna menulis sejatinya yang dapat kautemukan pada masa lalu yang bukan zamanmu.
~ tulisan lawas 1 Januari 2014 setelah direvisi.
Terimakasih atas “curhatnya” Pak Trim. Keadaan yang tak begitu jauh dari apa yang sebenarnya pernah saya alami. O iya, kapan Pelatihan Alinea dimulai, dan ada brapa gelombang penyelenggaraan dalam satu tahunnya? Lalu apakah Pak Bambang Trim termasuk orang yang melibatkan diri sebagai pembimbing dan pelatih di Alinea?
Terima kasih Mas Faiz…. Jadwal terbaru Alinea akan dikeluarkan Ikapi Januari ini. Saya akan infokan di blog ini. Saya sendiri memang banyak terlibat langsung mengisi materi di Alinea. Praktisi lain yang terlibat, seperti Mas Masri Sareb Putra, Tasaro GK, dan Akmal Nasery Basral. Semoga kita bisa bersua di kursus Alinea selanjutnya.
Mantap pak tulisannya.
Ngomong-ngomong, generasi kami dilengkapi semcam filter informasi di kepala kami masing-masing pak. Kami mampu membedakan informasi bermutu dan sampah. Cuma memang kami punya PR dalam fokus 🙂
Hehehe beruntunglah engkau mewakili generasimu yang memiliki filter. Artinya, engkau punya kemampuan mengakses mata rantai kecerdasan literasi dari generasi-generasi sebelumnya. Tapi, percayalah lebih banyak lagi generasimu yang tak memiliki filter itu dan sama dengan generasiku yang juga banyak berlaku demikian. Menulis tanpa arah…. 🙂 Pada ujungnya ada generasi yang tetap bersua dengan kearifan. Semoga kita termasuk di dalamnya.