Menulis dan Ekonomi Kreatif

Menantang juga mengeksplorasi dunia kreatif, terutama yang kemudian disebut-sebut sebagai penyokong Ekonomi Kreatif yang tengah dicanangkan pemerintah. Ada 14 industri kreatif yang siap dikembangkan di Indonesia, yaitu 1) periklanan; 2) arsitektur; 3) pasar barang seni; 4) kerajinan; 5) desain; 6) fesyen; 7) video, film, fotografi; 8) permainan interaktif; 9) musik; 10) seni pertunjukan; 11) penerbitan dan percetakan; 12) layanan komputer dan piranti lunak; 13) televisi dan radio; 14) riset dan pengembangan.

Nah, kaitan ini saya lagi menyelia sekitar 18 orang dosen dari Fakultas Seni Rupa IKJ untuk menulis 9 judul buku tentang ekonomi kreatif dan saya takjub bahwa begitu banyak bidang ilmu kreatif yang dapat dieksplorasi ke dalam tulisan. Pasalnya ada profesi-profesi tertentu dalam industri kreatif yang tidak dikenal awam.

Contohnya saja profesi scenografer yang masuk bidang seni pertunjukan, di dalam profesi ini ternyata terpecah lagi menjadi subprofesi dengan kekhususan bidang ilmu sendiri. Salah seorang yang termasuk langka dalam bidang seni pertunjukan ini dan beliau mengajar di IKJ adalah Pak Subarkah–beliau memiliki ilmu atau kemampuan tata rias artis.

Isu ekonomi kreatif memang sedang gencar, namun satu hal yang perlu saya tekankan bahwa literatur tentang bidang industri kreatif tersebut sangatlah minim dan juga hampir tidak ada dalam bentuk buku, kecuali bidang yang populer seperti desain grafis.

Mengapa? Para ahli maupun praktisi di industri kreatif itu tidak menuliskannya–tanpa mengatakan bahwa mereka tidak mampu menulis buku. Namun, pengalaman melatih dan menyelia proses kreatif dosen-dosen di IKJ membuat saya yakin bahwa begitu banyak sumber ilmu dan keterampilan di Indonesia ini yang belum dibukukan, termasuk para pesohor di bidangnya yang belum menulis buku.

Kedua, yang perlu saya ingatkan bahwa semua bidang ekonomi kreatif itu memerlukan media tulisan, baik langsung maupun tidak langsung untuk mendukung produk kreatif tersebut. Misalnya, periklanan, teks iklan (copywriting) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan produk iklan itu sendiri. Begitu pula di bidang produk multimedia berbasis content, tulisan menjadi media yang mendukung pengembangan content itu sendiri.

Jadi, kunci memasuki era ekonomi kreatif adalah apa yang saya sebut ‘kecerdasan literasi’ atau kemampuan ‘membaca-menulis-mendengarkan-berbicara’ karena kreativitas memang dialirkan utamanya lewat bahasa serta seni. Tanpa kecerdasan literasi yang mumpuni pengembangan ekonomi kreatif bisa saja mandek dan malah tidak dapat diinformasikan secara efektif kepada khalayak.

Kemampuan menulis dalam arti menulis untuk publik bukanlah lagi kemampuan milik para penulis (mereka yang berprofesi di bidang penulisan-penerbitan). Namun, kemampuan menulis perlu dimiliki oleh siapa pun, terutama para pelaku industri kreatif karena pada dasarnya kemampuan ini dapat dilatihkan dan dikembangkan. Para dosen ataupun guru yang mengajar di bidang kreatif tentu lebih afdol jika menulis buku teks ataupun modul pembelajaran bidang kreatif sendiri sehingga kiat proses kreatif yang mereka kuasai juga dapat disampaikan secara tertulis.

Kreatif menulis, menulis kreatif …. Memang tidak gampang, tetapi secara taktis dapat dilatihkan dengan metode TRIM (topik-riset-inovasi-matriks) dengan pendekatan pembelajaran standar menulis: prewriting-drafting-revising-editing-publishing. Karena itu Anda dapat mengikuti training berikut ini.

2 thoughts on “Menulis dan Ekonomi Kreatif”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *