Writerpreneur: Perjuangan dari Sebuah Ruang 2 m x 3 m

Rumah saya berlantai dua. Pada lantai atas ada sebuah ruang berukuran  sekitar 2 m x 3 m. Di situlah saya kini bekerja sebagai writerpreneur. Lantai bawah setengahnya “dikorbankan” sementara untuk kantor tim saya yang terdiri atas editor, desainer, dan admin. Jumlahnya hanya empat orang.

DSCN1067

Baru saja sebulan ini saya ngebut menyelesaikan buku bertajuk 5W + 1H Writerpreneur yang diterbitkan di TrimKom. Di tengah itu, saya masih menyelesaikan beberapa pekerjaan menulis buku secara simultan, tiga dari klien individu, satu dari klien penerbit, dan dua dari klien lembaga yaitu KPK.

Cover 5W1H kecil

Sengaja saya menuliskan buku itu demi sebuah “beban pikiran” yang harus dilepaskan segera yaitu berbagi soal tentang writerpreneur–hidup yang kini saya jalani. Ya, hidup saya memang tak lepas dari dunia tulis-menulis, terutama buku. Itu sebabnya hingga kini saya pun masih aktif di organisasi asosiasi penerbit Ikapi sebagai ketua kompartemen Diklat-Litbang-Informasi.

Selasa lalu, 28 Januari 2014 saya diundang pertemuan di Gedung Multimedia Telkom oleh Divisi Solution Convergence sekadar berdiskusi tentang program pengembangan eBook Qbaca. Minggu depannya saya sudah siap bertemu beberapa klien lagi, termasuk klien yang bukunya sedang dalam proses penggarapan. Itulah hidup yang selalu menggairahkan renjana saya di bidang penulisan.

November-Desember tahun sebelumnya (2013), saya sempat hampir 1,5 bulan berada di Bontang, tepatnya di kawasan industri PT Badak NGL demi sebuah program penerbitan buku tentang kota Bontang. Saya menikmati masa-masa bekerja di mana pun, termasuk di kota kecil seperti Bontang yang setengah wilayahnya masih hutan belantara. Tentu yang paling saya cintai adalah bekerja di ruang 2 m x 3 m rumah saya itu.

RuangKerja

Buku-buku selalu menjadi teman saya dan berserakan mengakrabi setiap ide yang meluncur. Saya bisa menghabiskan dana Rp500.000 sampai Rp1 juta setiap kali berkunjung ke toko buku. Semua buku itu selalu berada dekat saya.

Kini ada koleksi dua lemari besar dan entah berapa lemari kecil, belum lagi buku-buku yang terpaksa saya “inapkan” di kontainer-kontainer plastik. Setiap sudut rumah saya memang sudah terpenuhi dengan buku-buku.

Alat kerja yang saya gunakan juga tergolong sederhana. Saya masih menggunakan PC dengan processor Intel Core 2 Duo–memang tidak yang canggih-canggih amat untuk sekadar menulis. Untuk mobile saya gunakan laptop bermerk Fujitsu dengan processor Intel i-3, plus kamera digital Nikon Coolpix L320 yang sekadar digunakan untuk memotret momen penulisan atau perjalanan saya. Kadang saya bawa serta juga tablet Android 9 inci keluaran Advance.

Hasrat hati ingin memiliki Mac Book dan iPad, tapi ditahan dulu beberapa saat ini. Sampai ada yang mau memberi eh… mengorder tulisan lagi yang sekali pukul bisa membeli alat berprestise dan canggih itu sebagai ikon penulis profesional :).

Saya menulis di rumah, di kereta api, di kafe, di rumah sakit, di kantor Ikapi, di kantor orang lain, dan banyak tempat–menunjukkan bahwa menulis itu tak terbatas ruang dan waktu. Lalu, kapan jam biologis saya menulis? Tidak ada waktu khusus, kecuali selepas subuh. Saya bisa menulis pagi, siang, sore, dan malam hari.

Menulis sudah seperti makan bagi saya, pun dengan membaca. Itu karena menulis adalah perjuangan bagi saya untuk hidup dan bahagia. Lantas, bagaimana dengan Anda? [BT]

©2014 oleh Bambang Trim

15 thoughts on “Writerpreneur: Perjuangan dari Sebuah Ruang 2 m x 3 m”

  1. saya juga kepengen bgt punya penerbitan sendiri… tp untuk melegalitaskan sebuah penerbit di badan hukum membutuhkan biaya banyak ya? padahal modal saya kecil.. ada solusi gak ya….he…

    1. Mbak Nadia, punya penerbit sendiri bagus dan tak harus lebih dulu punya legalitas usaha, kecuali bisnisnya ingin dilebarkan. Contohnya bisa jadi self-publisher yang mengandalkan pemasaran gerilya secara online tanpa harus bukunya ber-ISBN atau disibukkan dengan urusan beraroma perusahaan. Dari situ uang yang terkumpul baru digunakan untuk bikin badan usaha. Semua dimulai dari langkah kecil, baru ke langkah besar. Solusi soal ini ya cuma uang kalau mau berbadan hukum–kan nggak ada notaris yang gratis. 🙂

  2. Salut dengan kegiatan Bapak. Semoga sehat selalu Pak dan diberi kelancaran selalu. Saya doakan Bapak segera bisa membeli apa pun yang Bapak kehendaki, selagi memang dibutuhkan, terutama Ipad dan Macbook. Namun saya kurang setuju dengan pernyataan bahwa Ipad dan Macbook dijadikan sebagai ikon penulis profesional. Salam dingin dan kreatif dari Bogor 🙂

    1. Aamiin…. hahaha santai saja Mas soal Macbook, wong sering dipake properti untuk film-film yg berlatar belakang penulis atau wartawan. Jadi, ketularan para desainer dan penulis juga pakai itu. 🙂 Tapi bagi penulis memang tak penting amat, kecuali mungkin asyiknya software iOS yg mendukung daya kreasi dan daya cipta penulis. Salam dingin kembali dari Cimahi….

      1. Betu, Pak Trim. Di acara televisi seperti sinetron atau film, ketika ada adegan mengetik di komputer jinjing, hampir selalu menampilkan Macbook ya. Kalau lagi telepon, mereka pakai Blackberry, ahaha.

        Saya juga sekadar bercanda kok Pak. santai saja. Yang penting tetap kreatif berkarya. Semoga saya tertular kreativitas dan (terutama) produktivitas Anda dalam menulis.

        Aaamiin. 😉

  3. “Saya bisa menghabiskan dana Rp500.000 sampai Rp1 juta setiap kali berkunjung ke toko buku.”

    “Hasrat hati ingin memiliki Mac Book dan iPad, tapi ditahan dulu beberapa saat ini. Sampai ada yang mau memberi eh… mengorder tulisan lagi yang sekali pukul bisa membeli alat berprestise dan canggih itu sebagai ikon penulis profesional :).”

    –> sama paaaak! 😀 *berasa punya temen*
    terakhir saya menghabiskan 700 ribu-an untuk beli buku melalui toko buku online. Kalau diskon apalagi, duh, bisa kalap saya. :mrgreen:
    Nanti kabari ya pak kalo buku writerpreneurnya sudah terbit. Oh ya, saya lupa kapan waktunya, bapak pernah jadi pembicara di acara flp wilayah jakarta raya ya kalo ndak salah? saya mau datang, tapi ada agenda lain waktu itu. 🙁

    Sukses terus pak! Semoga tulisannya berkah 🙂

    1. Hehehe iya kemarin ke Matraman sudah nggak terbendung. Saya urung ke lantai bawah yang ada obralan, masalahnya waktu sudah tidak memungkinkan. Sudah dua jam di situ. 😀
      Bukunya sedang proses cetak, pemesanan bisa ke trim_komunikata@yahoo.com ya. Oh ya, itu acara di UIN Ciputat kalau gak salah. Februari atau Maret saya ngisi acara lagi tentang writerpreneur. Pantau aja ya.

      Sama-sama sukses, terima kasih. Aamiin.

  4. salam kenal pak, saya sungguh terinspirasi dengan para penulis handal termasuk bapak. saya ingin sekali mengikuti jejak para penulis, dan baru saya sadari bahwa kelihaian menulis sangatlah berbanding lurus dengan sering tidaknya kita membaca

  5. wow menggairahkan ..hidup mas bambang. mencoba sepenuh hati,fisik dan pikir follow jadi writepreneur.

    2014-01-29 MANISTEBU :

    > Peraj

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *