Bambangtrim.com | Sering saya diminta secara tiba-tiba untuk memberi judul sebuah buku. Ibarat tetua dari sebuah suku yang dipercaya memberi berkat untuk sebuah nama, begitu pula saya mendapat kehormatan itu dari para penulis.
Ada judul seperti wangsit (bukan pangsit) yang datang dengan kecepatan supersonik. Sepersekian detik ia sudah menghampiri benak. Namun, ada juga yang dinanti-nanti tak kunjung datang dengan diksi penuh energi.
Malam ini saya pun bermain-main menanti judul. Membaca sebuah naskah pemantik yang dikirimkan calon klien. Selanjutnya, menantikan kata-kata yang menghampiri, mengeceknya di KBBI, dan mematut-matutkan gabungan kata.
Judul memang ibarat misteri, apalagi judul yang bernas (penuh berisi). Ia sejatinya tidak dapat sekali jadi, tetapi berkali-kali diseleksi sampai datang betul yang dinanti.
Keisengan menanti itu kini dipermudah oleh Canva Pro. Langsung saja saya gunakan templat sebagai gagasan awal, lalu diutak-atik sendiri dengan rasa seni amatiran. Jadilah yang seperti ini.
Apakah judul dan kover ini sudah bagus? Tentu saja relatif penilaian setiap orang dari sudut pandang masing-masing. Namun, hanya desain kover yang sering dimintai pendapat, tidak untuk judul. Mengapa?
Judul itu terkadang menjadi hak istimewa penulis. Namun, ia dapat juga berpindah menjadi hak istimewa editor atau penerbit. Tapi, alasan paling logis kalau judul ditanyakan ke publik, bakal ada yang minta bagian royalti.
Saya yang mengaku-aku sebagai “tetua dunia perbukuan” kerap juga mendapatkan hak istimewa itu; memberi judul seperti memberi nama sang jabang bayi meski tak ada yang membagi royalti.
Hush … semoga laku, semoga laku. Hush … semoga dibaca, semoga dibaca. Hush … semoga tidak dibajak, semoga tidak dibajak.
Buku dibaca bukan dibajak. Namun, kalau tak ada yang membaca, pasti tak ada yang membajak.[]