Menjaring dan menjerat adalah kata khusus dari kata umum menangkap. Bagi seorang penulis, kata-kata adalah alat untuk menjaring-menjerat mata dan ketertarikan pembaca. Seorang Tung Desem Waringin mencoba menjaring-menjerat dengan sebuah frasa ‘bagaimana menjual dalam 3 detik atau kurang’ dan logikanya juga disampaikan dengan senjata kata-kata bernama tagline. Anda bisa melakukannya kalau tagline Anda ampuh. Misalnya, Anda percaya pada lampu Phillips karena tagline-nya: “Terus terang Phillips terang terus”.
Soal menjaring konotasinya mungkin lebih halus daripada menjerat. Anda bisa menjaring massa atau pengikut atau konstituen dengan kata-kata. Di sisi lain, Anda juga bisa menjerat mereka dengan kata-kata yang berarti membuat mereka takluk karena tercekik atau bisa mati pelan-pelan–mungkin berutang budi pada Anda. Dengan tulisan, apa yang hendak Anda buat? Menjaring pembaca atau menjerat pembaca? Kata-kata bisa digunakan untuk keduanya.
Lain lagi dengan Joe Vitalae yang menggelontorkan konsep hypnotic writing. Kata-kata dijadikannya sarana untuk menghipnosis orang–memengaruhi orang agar menyetujui dan melaksanakan ide-ide yang kita tuliskan. Vitalae mengungkapkan proses yang bermula dari niat, hasrat, menuliskannya, merevisinya, lalu menerbitkannya. Usaha-usaha seperti ini membuat para motivator itu kadang menjadi penjaring massa dengan kata-kata, tak jarang juga menjadi penjerat massa dengan kata-kata. Anda dibuat terpesona dengan rekonstruksi kata-kata yang bermakna misalnya: Segala kebaikan mustahil datang dari keburukan; namun keburukan dapat datang dari orang-orang yang menjual kebaikan. Tanamkan bibit kebaikan dari benih kepribadian, bukan dengan cara membelinya dari orang-orang yang menjualnya dalam kemasan kebaikan. (Bisa jadi Anda memahami dan merenungi susunan kata-kata itu atau malah makin bingung)
Jaring dan jerat kata-kata di tangan motivator yang piawai menulis memang akan memberi efek luar biasa. Namun, jaring dan jerat kata-kata di tangan motivator yang kedodoran menggunakannya tidak akan efektif mengena, kecuali mendatangkan cibiran: nggak ngerti maksudnya apa. Hal ini karena kata-kata punya makna dan daya, tidak sembarangan dapat digunakan tanpa kepiawaian mereka-rekanya dan menggunakannya, bahkan jika perlu dengan sangat bersahaja (tanpa harus puitis atau menggunakan diksi yang sulit).
Facebook, twitter, dan blog membuat tulisan menjadi komoditas dan kata-kata dihamparkan sebagai jaring dan jerat. Salah-salah memang bisa menjaring dan menjerat diri sendiri alias menjadi bumerang. Belajar dari kasus instansi Pajak, tagline-nya pun harus diganti karena diplesetkan: Orang Bijak Taat Pajak menjadi Orang Pajak Tidak Bijak. Plesetan tagline ini cukup ampuh menjerat perhatian orang, apalagi dengan kasus akhir-akhir ini yang ditangani KPK. Karena itu, jadilah pembaca cerdas yang memahami maksud sang penulis: apakah menjaring atau menjerat atau bahkan kedua-duanya. Penulis yang baik menggunakan kata-kata untuk mengajak pembaca berdiskusi lewat wacana yang digulirkannya atau memberi pembaca ruang berpikir/berkontemplasi dari apa yang disajikan. Jaring dan jerat tak perlu gunakan untuk melahirkan simpati.
Ba(ha)sa Basi Bambang Trim
Hanya5Alinea ©2012 oleh Bambang Trim