Ngeblog sudah menjadi tren beberapa tahun lalu, pun membukukan isi blog. Ada nama seperti Raditya Dika yang sukses membukukan isi blognya dan nama-nama lain yang tiba-tiba mencuat dalam jagat perbukuan Indonesia.
Nah, berarti ada editor penerbit yang nongkrongi media sosial dan memantau blog-blog inspiratif? Ya, itulah yang namanya editor akuisisi. Ia harus mampu mengendus para penulis (blogger) yang potensial.
Membukukan tulisan di blog ada dua cara. Pertama, ini yang paling sering dilakukan adalah republishing article yaitu menerbitkan ulang kumpulan tulisan (artikel) dari dalam blog secara terpilih. Kedua, ini yang jarang dilakukan adalah mengembangkan satu tulisan di blog yang paling menarik dan penting menjadi sebuah tulisan panjang berbentuk buku.
Blog Berkarakter
Tentu tidak sembarang para editor memilih blogger yang pantas untuk diterbitkan karyanya menjadi buku. Blogger yang diincar adalah mereka yang punya “gaya” dalam menulis dan isi blognya konsisten pada satu tema besar atau topik dengan materi yang terjaga.
Boleh jadi memang blog sebagai opini blogger isinya gado-gado, contohnya tulisan tentang pilpres, tulisan tentang perjalanan, dan tulisan tentang resep masakan. Di sinilah nanti peran editor memilah-milah tulisan yang beratmosfer sama.
Ada pendekatan-pendekatan yang dilakukan. Pertama, menghimpun tulisan sejenis untuk menonjolkan tema/topik tulisan, contohnya tentang humor kehidupan atau refleksi yang penting. Kedua, menghimpun tulisan dengan menonjolkan penulisnya sendiri.
Jadi, ukuran pertama adalah menemukan blog yang sangat berkarakter mulai keunikan nama blognya (seperti blog ini 🙂 ), kiprah bloggernya, hingga opini-opini yang disampaikan di dalam tulisan blog tersebut. Di sinilah seorang blogger juga harus memiliki perencanaan ketika mengadakan sebuah blog agar ia seperti mencicil tulisan untuk kelak menjadi buku yang lebih awet dibaca.
Kumpulan Tulisan
Kata “mencicil” memang berhubungan dengan jenis buku yang lebih merupakan kumpulan tulisan sang blogger. Tulisan dalam ranah jurnalistik seperti blog bermacam bentuknya, ada artikel opini, reportase, feature, esai, atau puisi dan cerpen. Anda yang pernah mengenyam pendidikan jurnalistik tentu paham beda antartulisan tersebut.
Editor yang piawai juga akan memilah jenis tulisan tersebut. Blogger paling sering menulis esai sebagai bentuk tulisan opini yang sangat subjektif, kadang menjurus sebagai tulisan refleksi kehidupan. Selanjutnya, blogger juga banyak menulis feature yaitu peristiwa atau fenomena yang mengandung rasa kemanusiaan (human interest)–kategori ini termasuk sulit kalau sang blogger tidak terbiasa menulis, termasuk feature perjalanan (travel writing).
Jadi, sebagai buku kumpulan tulisan, sebenarnya seorang blogger sudah dapat merencanakannya dengan cara “mencicil” tulisan dengan ruh yang sama. Jika ia senang ngocol dengan memandang hidup sebagai kumpulan humor, ia pun akan konsisten menulis seperti itu. Jika ia mampu menggambarkan sebuah tempat dengan cara berbeda, ia pun akan menjadi penulis perjalanan (travel writer) yang pantas untuk diangkat.
Menyadur Tulisan
Apakah sebuah tulisan pendek seperti artikel opini, esai, atau feature dapat dikembangkan menjadi buku? Jawabnya ya. Itulah yang disebut “menyadur” atau konversi tulisan dari ide kecil menjadi ide besar. Namun, memang teknik yang satu ini agak sulit bagi para penulis yang belum terbiasa.
Nah, isi blog itu dari ratusan tulisan tentu ada yang bisa dikembangkan menjadi sebuah buku. Tidak perlu repot berpikir buku itu harus tebal. Ambil saja terminologi Unesco bahwa buku adalah kumpulan tulisan berjilid dan berkover yang terdiri atas minimal 49 halaman. Artinya, Anda dapat menyusun buku setebal 56 atau 64 halaman (kelipatan 8).
Menyadur tulisan pendek menjadi panjang tentu membuat Anda harus menerapkan pola outline tahapan yaitu membagi tulisan atas bab-bab yang saling berhubungan, runtut, dan tuntas. Di sini memang letak kesulitannya. Namun, jika Anda sudah terbiasa, tentu bisa begitu banyak buku yang dapat Anda hasilkan.
Sebaiknya Bukan Gado-Gado
Ada juga upaya blogger membukukan tulisannya dengan konsep “gado-gado”. Itu istilah saya untuk menyebutkan isi buku dari kumpulan blog dengan bermacam tulisan: ada puisi, ada cerpen, ada artikel, ada esai, ada feature–pokoknya lengkap. Itu sama saja memindahkan isi blog “gado-gado” secara mentah menjadi buku sebagai jalan pintas.
Apa yang perlu dipikirkan adalah keterbacaan buku itu dan tingkat penerimaan pembaca sasarannya. Pembaca tidak akan mendapatkan satu pesan atau amanat utuh karena disodori bermacam tulisan yang tidak jelas benang merahnya. Jadi, perlu dipahami buku adalah sebuah produk pemikiran yang memiliki alur dan benang merah. Begitu diramu secara “gado-gado” bukannya dapat dinikmati, malah menimbulkan kebingungan baru.
***
Jadi, blog itu adalah salah satu peluang bagi Anda menjadi penulis buku. Cobalah dua hal tadi yaitu menerbitkan buku kumpulan tulisan dan kedua mengembangkan satu tulisan menjadi buku utuh. Anda pasti mampu dan harus mampu–jangan mau jadi blogger seumur hidup tanpa jadi penulis buku.
Salam buku!
Wah nice posting,,
ane juga mau jadiin buku 😀
Target tahun ini ke arah sana
hmm,,, mantep,, apakah tidak masalah, misal, memulai dari platform bloggger, apakah dikemudian hari ada kemungkinan “sengketa” hak cipta, karena tulisan yang sudah terindex google?
Tulisan blog dilindungi hak cipta dan umumnya menjadi basis data digital. Jika ada yang menjiplak, kemungkinan besar akan ketahuan.