Dua belas foto di inbox FB saya kiriman dari Bu Beti, Guru SDN Mekarjaya 21 Depok, saya perhatikan dengan saksama. Foto anak-anak SD yang antusias mengikuti lomba mengarang dalam rangka Hardiknas 2015 di sekolahnya.
Tiba-tiba saya pun ingat dengan buku koleksi saya yang terus terang tidak pernah saya baca dengan saksama karena semata saya koleksi jikalau suatu saat saya memerlukan informasi di dalamnya. Buku itu berjudul Memenangkan Lomba Mengarang karya Suhadi, terbitan Balai Pustaka tahun 1996 (cetakan kedua).
Buku setebal seratus halaman tersebut sangat lengkap mengulas tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk lomba mengarang. Suhadi, yang beberapa kali menang dalam sayembara mengarang, membagi pengalamannya secara sistematis.
Namun, buku tersebut memang bukan buat pembaca sasaran anak-anak atau siswa SD jika dilihat dari penyajiannya, melainkan lebih tepat untuk para guru. Pada awal tulisannya, Suhadi menulis berikut ini:
Kita mengetahui bahwa mengarang berhubungan dengan pikiran manusia. Bukan pikir yang asal-asalan. Di dalam aktivitas mengarang tidak mungkin kita menggunakan pikiran yang galau dan rancu. Mengarang membutuhkan pikiran yang teratur dan tenang. Bila pikiran sedang kalut, dan kita paksakan untuk mengarang, dapat dipastikan hasilnya pun semrawut.
Dengan pengertian demikian, maka mengarang merupakan sarana (medium) untuk menenangkan pikiran. Dengan mengarang manusia terbiasa menggunakan pikiran yang teratur. Keteraturan pikian ini tentu saja besar pengaruhnya atas hidup mansuia sehari-hari ….
Jadi, kata Pak Suhadi, orang galau lebih baik jangan mengarang. 🙂
Nah, saya justru tertarik juga dengan biodata ringkas penulis di halaman belakang buku. Begini kata-katanya:
Penulis dilahirkan oleh keluarga tani miskin di tepian Sungai Konta sebagai anak yatim pada tanggal 6 November 1940 yang lalu. Himpitan hidup sejak kecil sebagai penggembala di ladang gersang ternyata menempa pengalaman mendalam yang kini merupakan kenangan kenikmatan tersendiri sebagai motivasi perjuangan ….
Ya, Pak Suhadi adalah sosok guru sejati dan berprestasi. Penghargaan dari penulis bahkan diterimanya langsung dari Presiden Soeharto masa itu. Ia yang ditempa oleh kegetiran hidup mampu bangkit sebagai pendidik, sekaligus pengarang.
Semangat mengarang ini pula yang sama sedang ditularkan oleh guru-guru di SDN Mekarjaya 21 Depok. Bermula dari program membaca selama 10 menit setiap pagi hari sebelum bel sekolah berdering, pada Hardiknas 2015, anak-anak SD itu pun didorong mengikuti lomba mengarang bertajuk: SUDAHKAH SEKOLAHKU MENJADI TEMPAT BELAJAR YG MENYENANGKAN.


Topik lomba mengarang itu saya rasa menarik sekali. Saya bayangkan bagaimana anak-anak secara jujur bisa berkisah tentang sekolahnya dan memberi pendapat. Mereka pasti menarik pengalamannya sehari-hari dan juga terbantu menyusun kata-kata karena buku-buku yang dibacanya. Mereka tengah berlatih menyusun alur pikirnya.



Sekolah dasar seperti SDN Mekarjaya 21 Depok ini seperti sudah terkondisikan dengan kegiatan literasi. Inilah kurikulum sesungguhnya yang dimulai dengan pembiasaan-pembiasaan dan mengarah pada satu tujuan penanaman keterampilan hidup (life skill).
Belajar mengarang bukan bermaksud semata membuat peserta didik menjadi pengarang, melainkan lebih jauh adalah menguasai keterampilan mengarang/menulis yang sangat diperlukan untuk hidupnya. Karena itu, ketika mengarang diperlombakan di antara mereka seiring dengan pembiasaan mencintai kegiatan literasi dasar (membaca di antaranya), mereka akan menikmatinya seperti melakukan perjalanan dengan banyak pemandangan.
Jadi, pertanyaan dari judul di atas: Masihkah Lomba Mengarang Membuat Senang? Bergantung pada apa yang terjadi di lingkungan anak-anak tersebut.
Ingat bahwa pelajaran mengarang, termasuk banyak dibenci atau dihindari. Mengarang seperti menyiksa pikiran anak-anak kita soal tema, topik, judul, dan kerangka karangan. Itulah kesalahan berpikir soal mengarang yang menyenangkan. Tentu sekolah harus membuat terobosan, terutama di tingkat dasar.
Saya punya resep terobosannya, tetapi saya sedang persiapkan menjadi buku. Suatu saat saya juga akan berkunjung ke SD Mekarjaya 21 Depok untuk mengajar mengarang di sana. 🙂
(Memori ingatan saya kembali pada ide The Story Explorer yang saya gulirkan dulu di Penerbit Tiga Ananda, Solo dan mengisi berbagai pelatihan menulis untuk anak-anak.)
©2015 oleh Bambang Trim
Kredit Foto: Ibu Beti, Guru SDN Mekarjaya 21 Depok.
Saya senang pelajaran mengarang, Pak Trim. Berdasarkan pengalaman semasa sekolah, meurut saya, contoh memang sangat penting. Kalau tidak benar-benar punya motivasi kuat, anak akan layu saat melihat guru mereka tak gemar menulis. Benar kata Pak Trim, patoka judul, tema, atau kerangka kerap menyiksa pikiran anak-anak. Boleh jadi mereka punya segudang ide, namun enggan menuliskannya sebab khawatir dinilai buruk atau tidak biasa.
Melihat foto-foto kegiatan di Sd Depok ini sungguh menenangkan. Alangkah indahnya bila setiap guru dan sekolah semangat membangkitkan gerakan menulis atau mengarang. Terima kasih! 🙂
Wah bagus, terima kasih telah berbagi pengalaman mengarang yang menyenangkan. Semoga guru-guru kita makin kreatif menanamkannya.
Mengarang disenangi siswa tp tentunya dg arahan dan bimbingan guru.motivasi guru sangat menentukan siswa dalam menumbuhkan semangat,mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan,mengembangkan kreasi dan minat baca serta menulis sebuah pengalaman yang dituangkan dalam bentuk karangan.Pengalaman merupakan guru yang sangat berharga dan mudah dituangkan dalam sebuah karangan maka pandai pandailah gutumemilih tema dalam mengarang sehingga siswa menerima pelajaran mengarang bukan merupakan beban tapi merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan.