Marketing Diri dengan Menulis

Jack Conrad Lenvinson, Rick Frishman, dan  Jill Lublin menyebutkan dalam bukunya Guerrilla Publicity terbitan Elexmedia bahwa menulis itu penting untuk branding. Bahkan, sebuah buku menurut mereka akan melejitkan seseorang ke strata tertinggi di kalangan tokoh-tokoh ternama (2010: 195).

Menulis dan menerbitkan buku menurut mereka lagi adalah sebuah prestasi. Hal itu akan membuktikan bahwa seseorang itu benar-benar seorang ahli serta memosisikan diri ke dalam kelompok elit. Pasalnya, karena hanya segelintir orang yang benar-benar mampu menyelesaikan semua langkah untuk menulis dan membuat buku mereka diterbitkan.

Saya mafhum dengan semua ini setelah merasakan nikmat menjadi penulis buku sejak 1994. Begitu pula ketika saya melakoni diri sebagai editor dan melihat bagaimana orang-orang melejitkan dirinya dengan buku. Di Rosdakarya saya melihat sosok, seperti Jalaluddin Rakhmat, Deddy Mulyana, dan Chaedar Alwasilah yang berjaya mem-branding diri di buku-buku akademis.

Sungguh dengan menulis, sosok seseorang itu tidak akan terbendung untuk dikenal publik secara luas. Belum lagi saat ini ditambah dengan penetrasi social media.

Dalam dunia tulis-menulis, saya memilih jalur generalis sehingga banyak publik pembaca yang mengenali saya dengan beragam karya. Salah satunya adalah karya buku anak. Saya memang menyenangi dunia kanak-kanak dan banyak menuliskannya dalam buku. Buku anak pula yang membawa saya diwawancarai dua media terkait ibu dan anak. Pertama, diwawancarai Nakita dan terakhir diwawancarai Tabloid Nova.

Profil saya di Nova Juli 2013 karena menulis buku anak entrepreneurship
Profil saya di Nova Juli 2013 karena menulis buku anak entrepreneurship

Buku memang menjadi magnet bagi media untuk mengulas siapa kita. Itulah mengapa menulis menjadi penting sebagai bagian dari marketing diri. Menulis pun harus ditingkatkan hingga pada menulis buku serta diterbitkan. Buku dapat menjangkau lebih banyak orang dan bentuknya kini bisa diturunkan dari buku cetak menjadi buku elektronik (eBook).

Topik yang kita ulas sebaiknya unik atau khas yang menjadi perhatian atau keahlian kita. Anda bisa menyampaikan informasi yang sama sekali baru kepada pembaca atau menyampaikan materi lama, tetapi dengan cara yang baru. Boleh jadi itu materi lama yang membosakan, tetapi di tangan Anda justru tersaji secara menarik serta lain daripada yang lain.

Satu contoh kasus buku Parlindungan Marpaung yang berjudul Setengah Isi Setengah Kosong (edisi barunya diterbitkan TrimKom) adalah kumpulan anekdot yang kadang sudah sering dituliskan atau disajikan para motivator. Namun, di tangan Parlindungan, kisah itu tampil baru dan menjadi khas karena diberi catatan setelahnya. Alhasil, buku itu pun berterima bagi banyak pembaca.

Di sinilah letak pembeda antara penulis buku yang benar-benar berproses menulis dengan khidmat dan penulis yang instan saja menulis buku. Penulis instan tak menjadikan buku mereka memikat perhatian serta akan terlihat seperti buku kebanyakan.[BT]

1 thought on “Marketing Diri dengan Menulis”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *