
Tanpa terasa sudah lima tahun saya bertugas dan berkhidmat di Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) sebagai salah satu asosiasi profesi penerbit tertua dan terbesar di Indonesia. Ikapi berdiri tanggal 17 Mei 1950 dan kini beranggotakan 1.328 penerbit yang tersebar di 26 provinsi.
Tugas dan khidmat itu pun usai setelah tanggal 3-5 Desember Ikapi menggelar Musyawarah Nasional ke-18 untuk mendengarkan laporan pertanggungjawaban pengurus lama serta memilih ketua umum baru. Masa saya, Ikapi dipimpin oleh Ibu Lucya Andam Dewi dari Penerbit Bumi Aksara. Saya sendiri ditugaskan memimpin kompartemen Diklat-Litbang-Informasi.
Ikapi bukanlah organisasi baru bagi saya. Sejak saya berkiprah di penerbit, kemudian jadi pimpinan penerbit di MQS, saya sudah terlibat jadi pengurus di Ikapi Jawa Barat, Jabatan saya terakhir di Ikapi Jabar adalah wakil ketua. Saya memang menikmati berkubang dengan buku-buku sebagai pengurus Ikapi.
Semasa menjadi pengurus Ikapi Pusat, saya sempat mendirikan Akademi Literasi dan Penerbitan Indonesia (Alinea)–sebuah lembaga kursus di bidang penulisan dan penerbitan yang memiliki kurikulum standar. Selain itu, saya juga sempat menulis dan menerbitkan buku Apa dan Bagaimana Menerbitkan Buku: Sebuah Pengalaman Bersama Ikapi. Pada ujungnya, saya bersama tim, terutama Pak Djunaedi (pengurus Ikapi DKI), mampu menghadirkan buku Industri Penerbitan Buku Indonesia dalam Data dan Fakta. Awalnya, buku ini terbit dalam edisi bahasa Inggris dan dibawa ke Frankfurt Book Fair 2015. Kerja yang melelahkan, tetapi cukuplah memuaskan.
Munas ke-18 Ikapi berhasil memilih Ibu Rosidayati Rozalina (Bu Ida) sebagai ketua umum untuk periode 2015-2020. Ketua yang sangat menentukan arah Ikapi pada zaman penuh dengan kejutan ini. Bu Ida sendiri bukan orang baru di Ikapi. Sebelumnya, ia memimpin Kompartemen Promosi Buku dan Pengembangan Minat Baca. Ia sukses mengantarkan Indonesia Book Fair menjadi Indonesia International Book Fair.
Jujur jika diminta kembali mengurus Ikapi, saya belum tahu akan menerima atau tidak. Rasanya kelelahan belum punah. Sementara itu, saya juga mesti berkonsentrasi pada bisnis yang hendak saya lahirkan yaitu tech start-up Uwritinc.com. Namun, berorganisasi harus diakui juga penting untuk meluaskan jejaring. Saat ini pun saya terlibat di Forum Diskusi Perbukuan Indonesia yang baru didirikan sebagai sekretaris. Ketuanya adalah Bapak Setia Darma Madjid yang pernah menjabat sebagai ketua Ikapi periode 2006-2010.
Sejak kuliah di Prodi Editing Unpad tahun 1991, berarti separuh hidup saya memang dihabiskan berkubang dengan dunia buku. Saya bahagia menjadi komporis buku Indonesia dan penulis ratusan judul buku. Saya bisa berubah wujud menjadi penulis, editor, penerbit, dan pelatih penulisan serta penerbitan. Saya orang yang berdiri kukuh dari buku-buku.
Selamat kepada ketua umum Ikapi terpilih dan semoga program yang akan dijalankan benar-benar mampu membuat Ikapi memainkan peran strategis dalam industri buku di Indonesia. Terima kasih juga kepada pengurus Ikapi sebelumnya yang telah melahirkan suka dan duka berorganisasi mengurusi buku-buku.