Saat Buku Menjadi Domain Publik

Bambangtrim.com | Seseorang pernah bertanya apakah saya memiliki senarai buku domain publik. Saya menjawab tidak karena memang saya tidak berkonsentrasi untuk mengumpulkan data tentang domain publik yaitu karya-karya yang hak ciptanya menjadi milik publik atau sudah menjadi milik publik.

Soal domain publik, utamanya buku-buku karya penulis sebenarnya mudah saja ditelusuri. Rujukan adalah UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbeda dengan UU No. 19 Tahun 2002. Jika di dalam UU lama tercantum bahwa sebuah karya menjadi domain publik setelah penulisnya meninggal 50 tahun, di UU yang baru bertambah menjadi 75 tahun.

Dari lamanya waktu tersebut dapat dihitung bahwa karya yang masuk ranah domain publik adalah karya yang penulisnya wafat sebelum tahun 1940. Dalam jagat sastra berarti buku-buku domain publik itu adalah karya para sastrawan angkatan Pujangga Lama, Balai Pustaka, dan Pujangga Baru.

Sebagai contoh, kita bisa mengecek tentang karya-karya puisi Chairil Anwar. Chairil adalah sastrawan Pujangga Baru dan wafat pada April tahun 1949 dalam usia 26 tahun. Jika menggunakan UU lama, karya Chairil sudah masuk domain publik. Namun, dengan UU baru, karyanya belum masuk domain publik.

Karya Chairil Anwar belum masuk domain publik
Karya Chairil Anwar belum masuk domain publik

Karya Chairil menjadi domain publik pada tahun 2025. Sebelum tahun itu, ahli warisnya masih berhak atas kompensasi hak cipta dari penerbitan karya-karya Chairil. Dalam riwayatnya, Charil menikah tahun 1946 dengan Hapsah Wiriaredja dan memiliki seorang putri bernama Evawani Alissa.

Sekarang coba kita cek karya Merari Siregar sebagai sastrawan angkatan Balai Pustaka. Merari wafat tahun 1941 dan karyanya seperti Azab dan Sengsara dibuat tahun 1920. Karya Merari menjadi domain publik pada tahun 2017.

Lalu, karya Marah Roesli yang populer yaitu Sitti Nurabaya dirilis tahun 1922. Namun, Marah Roesli wafat tahun 1962 sehingga karyanya baru menjadi domain publik pada tahun 2038.

Sebagian besar buku angkatan Balai Pustaka, apalagi Pujangga Baru belum masuk ranah domain publik karena penulisnya rata-rata wafat setelah tahun 1960-an. Jadi, yang masuk umumnya karya Pujangga Lama seperti Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji yang wafat sekira tahun 1873.

Di Barat, karya-karya klasik seperti The Count of Monte Cristo karya Alexander Dumas atau 20.000 Leagues Under the Sea banyak diterbitkan ulang oleh berbagai penerbit sebagai karya domain publik.[]

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *