Di pekarangan rumah kita, benih-benih menulis tak tumbuh subur. Namun, tidak berputus asa, kita pun bertanam benih di luar pagar pekarangan rumah kita. Alhasil, pekarangan rumah kita tak meriah oleh karya-karya.
Itu ilustrasi untuk menggambarkan betapa penanaman keterampilan menulis di pendidikan formal banyak yang gagal. Alhasil, keterampilan menulis pun dilatihkan kemudian dalam pendidikan nonformal lewat kursus ataupun keterampilan. Pendidikan formal yang semestinya mampu menghasilkan peserta didik terampil menulis, malah sepi dari karya-karya yang bergigi.
Buruknya keterampilan menulis pertama dapat dilihat dari buruknya kemampuan berbahasa siswa, dari SD hingga SMA, bahkan kemudian terbawa ke perguruan tinggi. Bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi resmi di sini tampaknya masih terasa asing, terutama dalam hal penerapan kaidah-kaidahnya untuk menulis.
Tidak hanya Badan Bahasa–sebagai lembaga pembina bahasa–, kurikulum yang menananamkan keterampilan penulisan juga perlu direformasi agar benih-benih penulisan tidak harus tumbuh lebih subur di luar pagar pendidikan formal. Menulis sebagai proses harus dijalani yaitu sesuai dengan yang disepakati para ahli. Ada proses prewriting-drafting-revising-editing-publishing yang harus ditempuh.
Pengalaman mengisi ratusan kelas menulis di berbagai lembaga dan berbagai daerah menggumpalkan pemikiran saya tentang perlunya pembaruan dalam pembelajaran menulis, terutama di tingkat dasar. Terlebih dahulu yang perlu mendapatkan pendidikan berbasis literasi penulisan tentulah para guru. Proses menulis harus diajarkan secara komprehensif, tidak sepotong-potong, termasuk menginstal keterampilan berbahasa secara praktis dan tepat guna.
Keterampilan menulis ditanamkan bukan untuk menjadikan para peserta didik menjadi penulis (sebagai profesi), melainkan untuk memberikan keterampilan hidup kepada mereka. Tidak ada satu bidang pun di dunia ini yang lepas dari tulis-menulis. Keterampilan menulis diperlukan oleh banyak bidang dan banyak profesi.
Bertanam benih menulis di luar pagar pekarangan rumah kita sah-sah saja. Namun, alangkah lebih indah jika pekarangan rumah sendiri pun dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga muncul lulusan yang andal dalam menulis dan percaya diri untuk berkarya.
©2015 oleh Bambang Trim